“Kamu ngga tahu siapa saya ha!? Saya ini anggota ormas lo, jangan macam-macam kamu!”
Begitulah kira-kira ucapan seorang pria yang dengan PD-nya nyerobot jalan orang lain, dan malah marah-marah saat ditegur.
Mungkin tidak hanya kasus seperti di atas saja. Sering kali kita jumpai entah di media sosial atau bahkan di lingkungan sekitar kita, masih ada orang-orang egois dan arogan seperti pria di atas.
Entah apa yang ada di pikirannya. Apa yang membuatnya dengan percaya diri berbuat seenaknya sendiri tanpa menghiraukan orang lain di sekitarnya.
Di Indonesia sendiri cukup banyak kasus-kasus arogansi seperti itu. Misalnya saja kasus arogansi ajudan Bupati Kutai Barat yang dengan arogan melakukan penganiayaan terhadap sopir truk CPO di Jembatan Kinong, Kampung Jenang Danum, Kutai Barat (Riyadi & Kurniati, 2023 dari Kompas.com).
Kemudian ada lagi kasus arogansi pengendara Fortuner berplat nomor TNI palsu yang melanggar lalu lintas dan menabrak mobil wartawan di Jalan Tol Cikampek (Poerwoto, 2024 dari Tribunnews.com).
Tak hanya itu, ada juga video viral seorang oknum anggota ormas yang mengintimidasi warga karena melapor terkait kasus pungli di sebuah sekolah dasar di Kebumen, Jawa Tengah (Hartoyo, 2024 dari SindoNews.com).
Baca Juga: Berhenti Menyalahkan Dunia! Dirimulah yang Menyusahkan
Ketiga kasus di atas adalah beberapa contoh kasus arogansi yang terekspose media. Mungkin saja masih ada banyak kasus arogansi-arogansi lain yang tidak terekspose ke media.
Dari contoh kasus-kasus arogansi tersebut, penulis berpikir bahwa para pelaku adalah orang-orang yang merasa dirinya paling berkasta, punya kuasa (entah dari dirinya sendiri atau dari sesuatu/seseorang/kelompok yang berhubungan dengannya), dan merasa paling terhormat.
Mereka tidak ingat bahwa pada dasarnya mereka bukan siapa-siapa, mereka hanya seonggok daging tak berdaya, yang bahkan untuk makan saja harus menangis dan merengek terlebih dahulu.
Melalui tulisan ini penulis ingin mengajak kepada rekan-rekan semua, mari kita renungkan. Siapa sebenarnya diri kita? Untuk apa kita ada di dunia ini? Apakah untuk bertindak arogan dan merugikan orang? Atau untuk memberi manfaat dan menebar kebahagiaan?
Marilah kita selalu mengingat bahwa kita ini bukan siapa-siapa sampai ada yang mengenal kita. Kita terlahir tanpa nama sampai orang tua kita memberikan nama. Kita terlahir tanpa ilmu, sampai orang tua kita mengajarinya.
Baca Juga: Ilmu Tuhan Itu Luas
Siapapun kita, jangan sampai merasa tinggi hati, merasa diri paling berkasta, merasa diri layak untuk dihormati dan dihargai.
Memang e kowe ki lo sopo? Kamu ini siapa?
Tidak ada orang yang mengenalmu sampai kamu memperkenalkan dirimu. Bahkan kalaupun kamu orang yang cukup terkenal, belum tentu juga semua orang mengenalimu.
Pak Jokowi hanyalah Jokowi si tukang kayu sampai ia menjadi Walikota Solo, yang mengantarkannya menjadi Presiden RI.
Pak Prabowo hanyalah Prabowo si Taruna nakal hingga ia menjadi Jenderal TNI.
Kedua tokoh di atas saja masih berusaha bertindak rendah hati, padahal mereka sudah jelas terkenal di seantero negeri. Lha kamu? Siapa kamu ini?
Jangan sampai kita mengalami star syndrome hanya karena telah mencapai posisi tertentu, atau tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu.
Ibaratnya kamu itu bakteri, yang bisa dengan mudah dibasmi dengan alkohol medis atau sabun cuci. Ngga usah sok-sok an. Ngga usah arogan.
Tetaplah rendah hati, dan mari bersama-sama menjaga ketenteraman negeri.
Demikian yang dapat penulis sampaikan pada tulisan kali ini. Semoga tidak ada yang tersinggung. Terima kasih.(*)