Sering kali kita mengkhayal atau bermimpi akan mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Seolah-olah, dengan melakukan ini dan itu kita pasti dapat mencapai apa yang kita impikan tersebut.
Saking optimisnya kita sering merasa bahwa kita pasti dapat mencapai impian itu, hingga lupa bahwa tidak semua yang kita inginkan pasti akan terwujud sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Walau sedetail apapun kita mengatur strategi dan membuat rencana, sisakan di dalam hati kita (meskipun hanya nol koma sekian persen) bahwa rencana tersebut akan gagal.
Adanya ruang tentang kegagalan yang mungkin akan kita hadapi tadi tidak seharusnya menjadi sesuatu yang membuat kita pesimis. Namun, hal tersebut adalah salah satu cara kita menyadari bahwa jika potensi keberhasilan itu ada, maka potensi kegagalan juga pasti ada. Dengan demikian, kita akan lebih legowo dalam menerima risiko yang bisa saja kita alami.
Baca Juga: Ngrasani, Sistem Pengendalian Sosial Masyarakat Desa
Kita juga harus sadar bahwa di dalam kehidupan ini tugas kita bukan menghilangkan kegagalan, tapi sebisa mungkin meminimalisir kegagalan tersebut. Karena kegagalan hanya bisa diminimalkan, maka potensi terjadinya kegagalan masih ada. Oleh karena itu, kita harus dapat menerima kenyataan tersebut dengan lapang dada. Hal ini penting dalam upaya untuk menjaga kewarasan di tengah kondisi dunia saat ini yang penuh dengan persaingan.
Perkembangan teknologi, sosial media, dan berjuta-juta informasi yang datang tanpa henti telah membuat hidup kita seakan-akan dikejar ekspektasi. Setiap membuka handphone kita mendapat informasi baru, ekspektasi baru, bahkan hingga standar hidup baru. Kita merasa bahwa hal-hal yang ditampilkan di layar handphone seakan-akan sangat dekat dan dapat dengan mudah kita gapai.
Mungkin untuk lebih memudahkan dalam memahami tulisan ini, saya akan bercerita tentang kisah seorang pemuda.
Pada pertengahan tahun 2017, ada seorang pemuda SMK yang mulai sibuk mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikannya. Saat itu ia memiliki impian untuk dapat bekerja di perusahaan Kereta Api. Dan oleh karenanya, pemuda ini memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah perkeretaapian, yang terkenal dengan sistem kedinasannya. Ia berpikir bahwa dengan bersekolah di tempat tersebut, akan mudah baginya untuk dapat bekerja di perusahaan kereta api impiannya.
Pemuda itu terus belajar dengan sungguh-sungguh, dan menyiapkan berbagai macam keperluan yang dibutuhkan untuk dapat masuk ke sekolah perkeretaapian itu. Ia juga sudah merencanakan bagaimana nanti dirinya harus belajar di sana dan apa yang perlu dilakukan untuk mencapai impiannya. Dia bahkan sudah mengatur sedemikian rupa rencananya itu agar jalan menuju impian yang didambakannya bisa dilalui dengan mulus.
Baca Juga: Korban-korban Kapitalisme
Walhasil ia sukses masuk ke sekolah perkeretaapian tersebut. Kemudian ia menjalankan berbagai strategi dan rencana menggapai impian yang telah ia susun sebelumnya. Ia bahkan sudah berandai-andai bagaimana nanti kalau diterima bekerja di perusahaan kereta api impiannya.
Namun sayang, di tengah perjalanan pendidikannya di sekolah perkeretaapian itu, tiba-tiba ada bencana pandemi yang melumpuhkan berbagai sektor. Termasuk juga sektor transportasi. Bencana itu terjadi, bahkan semakin parah hingga si pemuda ini lulus.
Karena pandemi tersebut, kondisi ekonomi negara juga mengalami pelemahan. Banyak pegawai terkena PHK, hingga perusahaan-perusahaan enggan membuka lowongan kerja. Dan akhirnya, apa yang selama ini pemuda tersebut impikan hanya sekedar menjadi angan-angan.
Kisah selanjutnya datang dari seorang gadis desa.
Ia merupakan gadis yang manis dan pekerja keras. Tak hanya itu, gadis ini juga termasuk memiliki kecerdasan di atas rata-rata teman sekelasnya. Setelah lulus sekolah menengah kejuruan, alih-alih melanjutkan pendidikannya ia memilih untuk langsung terjun ke dunia kerja.
Meski terlihat kuat dan tegar dalam bekerja, sebenarnya ada satu titik ia merasa lelah dengan pekerjaannya. Seiring berjalannya waktu, ia juga mulai sakit-sakitan karena kelelahan.
Dari situ gadis ini mulai berpikir untuk segera mencari jodoh dan menikah. Layaknya gadis desa lainnya, ia berpikir bahwa dengan menikah maka bebannya mungkin dapat sedikit lebih ringan. Dalam pikirannya, setelah menikah ia akan ikut dengan sang suami. Ia akan menjadi ibu rumah tangga, dan suaminya yang akan mencari nafkah untuk keluarga. Berbagai bayangan indah tentang pernikahan telah muncul di dalam benak gadis itu, seakan-akan dunia pasti berpihak padanya.
Baca Juga: Ketidaktahuan adalah Berkah
Namun sayang, badai menerjang lebih kuat dari pada impian manisnya. Gadis itu memang akhirnya menikah dengan seorang pria yang baik hati, akan tetapi tidak dengan mertuanya. Dan lebih buruk lagi, si pria baik hati ini tidak bisa lepas dari kekangan orang tuanya.
Si gadis berakhir dipulangkan oleh orang tua si pria. Dengan membawa anak balita, gadis itu harus berjuang sendiri untuk menghidupi diri dan anaknya.
Kedua kisah tersebut semoga bisa sedikit memahamkan teman-teman pembaca tentang apa yang ingin saya sampaikan.
Pada akhirnya, kita harus sadar dan paham betul bahwa kita ini hidup di tempat yang tidak ideal. Hal-hal yang kita pandang sebagai sesuatu yang ideal, belum tentu benar-benar ideal.
Pendidikan baik untuk pekerjaan yang baik, kerja keras untuk meraih kesuksesan, menabung untuk jadi kaya, bersikap baik untuk diperlakukan baik. Semua itu masih terlalu utopis untuk dibicarakan di dunia tempat kita tinggal sekarang. Kita harus paham betul bahwa dunia ini tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Tambahan:
Walaupun begitu, bukan berarti kita tidak harus melakukan apa-apa. Kita harus tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk kehidupan kita, untuk masa depan kita. Jangan mentang-mentang kita sering dikecewakan, lalu kita pesimis dengan dunia. Kita harus tetap optimis dengan tujuan dan impian kita. Namun, tetap beri ruang untuk menerima kenyataan bahwa apa yang kita impikan mungkin saja tidak akan kita dapatkan.
Terlebih lagi, sebagai manusia yang ber-Tuhan tentu kita harus selalu berprasangka baik kepada-Nya. Tetaplah yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan hambanya. Ia telah menetapkan hal-hal baik nan indah untuk kita. Ia juga pasti mengabulkan semua do’a-do’a hambanya.
Namun, kita sebagai hambanya harus terus berusaha mencari jalan untuk menggapai kebahagiaan-kebahagiaan itu. Meski kerap kali merasa terpuruk, kita harus dapat terus bangkit. Tuhan lebih tahu kapan masa yang tepat untuk kita dapat meraih impian. Dan Ia juga lebih tahu bagaimana mempersiapkan hambanya sebelum memberi amanah dan tanggung jawab yang lebih besar.(*)