Perkenalan
Hai! namaku Asmara, seorang pria pegawai kantoran biasa dengan gaji yang biasa-biasa saja. Aku hidup dengan rutinitas layaknya pegawai biasa. Tidak ada yang istimewa denganku ataupun gaya hidupku.
Dua tahun aku menikmati rutinitasku sebagai pegawai kantoran, tanpa banyak gaya, tanpa konflik, tanpa drama, dan tentunya tanpa asmara – walaupun namaku sendiri sudah Asmara.
Hingga suatu ketika masuk seorang pegawai baru, wanita. Awalnya kulihat dia ya selayaknya wanita pada umunya. Tidak ada yang istimewa darinya, kecuali memang usianya yang lebih dewasa dariku – aku enggan menyebutnya lebih tua karena kata itu tidak cocok untuknya.
Baca Juga: Berhenti Mengeluh! Nikmatilah Hidupmu
Meski kita ada dalam satu perusahaan, aku sendiri tak begitu peduli padanya. Aku tahu dia ada, tapi aku tak menganggapnya benar-benar ada. Tak pernah menyapa, apalagi basa basi nggak jelas. Mengobrol pun cuma sebatas formalitas tentang pekerjaan. Mungkin memang karena dasarnya aku ini cuek dan ngga bisa basa basi, beberapa orang bahkan menyebutku sombong.
Sampai pada suatu saat entah kenapa aku bisa mengobrol cukup lama dengannya, bahkan obrolan kami terkesan sangat intim. Oh ya, hampir lupa ku kenalkan dia. Namanya Asma, lengkapnya Dewi Asmara. Sekilas mirip dengan namaku, namun dia perempuan.
Dari obrolan itu lagi-lagi entah kenapa aku merasa kecanduan, dan selalu ingin mengobrol dengannya. Mungkin karena usianya yang lebih dewasa dan cara bicaranya yang lembut membuatku merasa nyaman. Setiap hari pasti ada saja tingkahku mencari modus biar bisa ngobrol sama dia.
Kedekatan
Hari demi hari, waktu demi waktu tak terasa sudah setahun aku kenal Asma. Tiap kali ketemu pasti ada saja yang kami obrolin. Mulai dari mitologi, konspirasi, politik, filsafat, hingga masalah keluarga. Kamipun semakin akrab – atau setidaknya aku merasa seperti itu.
Baca Juga: Tergoda Rayuan Laut Tanjung Bira
Karena seringnya aku ngobrol sama dia, sampai teman-temanku berkonspirasi membicarakan tentang perasaanku. Mereka – dengan sok tahu – menganggap aku punya rasa sama si Asma, tapi aku selalu mengelaknya, karena aku tahu si Asma ada dekat sama seorang pria. Walaupun dia sendiri tak pernah benar-benar mengakui kedekatannya sebagai sebuah hubungan spesial. Asma selalu bilang kalau dia membuka jalan buat siapapun yang ingin mendekatinya. Selain itu, aku yang dari keluarga biasa ini juga merasa minder sama dia, yang dari penampilannya saja sudah kelihatan berasal dari keluarga cukup ternama.
Awal dari Problematika
Waktu terus berjalan, dan kamipun semakin dekat – lagi-lagi mungkin cuma aku yang merasa begitu. Suatu saat tak sengaja ku melihat di media sosial SpontanGram, Asma memposting ulang foto seorang pria. Aku menduganya pria itu adalah orang yang disebutnya lagi dekat dengannya.
Awalnya aku biasa saja, – atau setidaknya mencoba untuk bersikap biasa saja – namun entah kenapa tanpa aku sadari tiba-tiba dadaku terasa sesak, seolah sulit sekali untuk bernapas. Padahal aku sendiri tidak ada riwayat asma. Semakin lama aku melihat postingan itu, semakin gila aku dibuatnya. Air mata mengalir tanpa diperintah, hati menjerit menahan amarah, jantungku memberontak ingin meledak. Kubiarkan itu semua sampai reda dengan sendirinya.
Keesokan harinya, seperti biasa aku bertemu dengn Asma. Kita ngobrol ngalor ngidul hingga tembus pada pembahasan tentang postingan yang berhasil membuatku blingsatan itu. Usut punya usut ternyata ya orang itulah yang sedang menjalin kedekatan dengan Asma. Tapi lagi-lagi gadis itu mengatakan bahwa ia dengan si pria itu memang benar-benar tidak ada hubungan spesial apapun.
Di sinilah aku baru menyadari bahwa ternyata aku telah jatuh cinta. Aku baru sadar bahwa ternyata aku telah masuk dalam perangkap kecantikan, kelembutan, dan pesonanya.
Meski ku tahu akan sulit, tapi aku selalu tertipu dengan kalimatnya “… aku masih belum ada pasangan, semua pintu masih kubuka buat yang mau deketin aku. Memang ada orang yang katanya mau serius sama aku, tapi selama dia belum benar-benar datang untuk melamarku, jadi aku masih membuka jalan buat orang lain juga. Toh juga masa depan ngga ada yang tahu to hehe.” Begitulah dia berkata dengan senyum manisnya.
Entah aku yang terlalu bodoh, atau dia yang terlampau cerdik. Namun aku selalu memasang harapan untuk bisa memperistrinya. Sayangnya cuma satu, aku terlalu pengecut untuk mengatakan apa yang sebenarnya ada di hatiku ini padanya.
Pada akhirnya, entah apa yang akan terjadi esok, atau lusa, yang pasti aku masih mengaguminya. Walaupun mungkin dia sudah memilih, aku akan tetap mengaguminya. Dan kalaupun aku harus sakit hati, aku akan tetap bangga, karena sakit hatiku disebabkan oleh mencintai orang yang benar. Bukan mencintai orang yang asal-asalan.
Penutup
Itulah tadi cerita singkat tentang problematika hidup yang dialami oleh Asmara. Kisah tersebut tentu saja fiksi dan karangan. Masa iya ada orang yang kisahnya seperti itu? Ngga mungkin lah yaa… hehe…
Kalaupun ada pembaca yang punya kisah hidup sama kaya Asmara, penulis mohon maaf. Semua kisah, alur cerita dan nama tokoh dalam cerita tersebut murni karangan, kalaupun ada kemiripan itu hanya kebetulan.
Terima kasih sudah membaca.(*)